CERPEN - TIGA SANG PEMIMPI

Mimpi bagi segelintir orang hanyalah berupa sebuah harapan yang tidak ada seorang pun yang mengetahui dengan pasti, apakah mimpi tersebut dapat berubah menjadi kenyataan atau malah justru akan tetap menjadi sebuah mimpi dalam imajinasi yang tidak ada batasnya. Bermimpi bukanlah mengkhayal, dan khayalan tidaklah selamanya harus menjadi sebuah mimpi dalam waktu yang berkepanjangan.

Berbeda dengan Therry, Lia, dan Luther. Mereka adalah tiga orang remaja yang selalu merubah mimpi mereka menjadi kenyataan. Mereka bukanlah sahabat yang disebut sebagai sahabat bagaikan kepompong, melainkan mereka disebut oleh masyarakat di sekitarnya sebagai sahabat bagaikan karet. Mereka tidak pernah terlihat berjalan di tengah-tengah desa jika tidak dengan 6 kaki, 6 tangan, 6 mata, dan dengan 3 kepala. Mereka selalu berjalan bersama, tidak pernah terpisah, melekat terus bagaikan karet yang saling terekatkan antara satu dengan yang lain. Mereka tidak mengubah ulat menjadi kupu-kupu, tapi mereka adalah karet yang mengubah getah menjadi barang, merubah mimpi yang semula hanya angan menjadi sebuah fakta dalam dunia nyata.

Begitu banyak hal yang sangat mustahil untuk dilakukan oleh masyarakat desa, tetapi mampu dilakukan oleh ketiga remaja ini. Meskipun Lia adalah seorang remaja perempuan, tapi ia memiliki jiwa seorang pria sejati yang begitu kuat. Semangat juangnya tidak kalah dengan Therry dan Luther. Terbukti ketika mereka bermimpi untuk menakhlukkan gunung Kalingga, ternyata Lia lebih dahulu 7 langkah sampai di puncak gunung dibandingkan dengan kedua temannya tersebut.

Kini tantangan yang baru sedang menghadang jalan pikiran mereka, tantangan tersebut mencoba mengalahkan keuletan dan keteguhan ketiga remaja desa tersebut. Mimpi yang baru saja mereka ciptakan membuat mereka tidak dapat beraktivitas seperti biasanya. Sudah hampir seminggu lamanya, tapi belum juga mereka mendapatkan solusi dan ide untuk mewujudkan mimpi mereka tersebut. "Therry, bagaimana ini ? Apa yang harus kita lakukan sekarang ? Tidak ada yang pernah masuk ke sana. Ini taruhannya benar-benar nyawa", kata Lia dengan nada agak sedikit panik ketika mereka sedang membicarakan masalah tersebut di rumah Luther. Tidak lama kemudian, Luther pun kembali dari sebuah warung yang tidak jauh dari rumahnya untuk membeli beberapa makanan dan minuman dingin. "Ini makanannya dan ini minumannya, aku sengaja membeli yang ada gambar badaknya biar pada saat kita berangkat dan telah berada di sana, kita akan mendapatkan keberanian untuk dapat menerjang bahaya bagaikan seekor badak yang mencoba menghantam benteng sang lawan",  cerocos Luther mencoba membuat suasana menjadi santai sambil meletakkan bawaannya di atas meja. Therry dan Lia pun tersenyum dan tertawa kecil mendengar lelucon yang dibuat oleh Luther.

Suasana menjadi diam sejenak, beberapa detik berlalu tiba-tiba seorang ibu terlihat sedang berlari dan diliputi oleh rasa takut. Therry langsung beranjak dari teras rumahnya Luther dan mencoba menggapai ibu tersebut. "Bu, bu berhenti. Ada apa bu ? Mengapa ibu berlari dan nampak sangat ketakutan begitu sih bu ? Apakah Belanda sudah datang kembali ? Ataukah Malaysia telah datang untuk mengajak perang akibat kekalahan mereka dalam pertandingan sepak bola melawan Indonesia tadi malam ? Ah, sungguh biadab", tanya Therry kepada ibu tersebut dengan disertai beberapa kalimat yang membuat sang ibu menjadi tertawa dan kehilangan rasa takutnya. "Hahaha, kamu ini Therry ada-ada saja. Ibu berlari karena takut jika ular siluman tersebut memakan bayi ibu yang telah ibu tinggalkan di rumah. Baru saja warga melihat ular tersebut beraksi kembali, dia telah berhasil memangsa tiga ekor bebek betina milik pak Haksav dan kemudian menghilang entah ke mana, sehingga warga tidak tahu harus mencarinya ke mana. Sepertinya dia telah kembali ke dalam hutan", tutur ibu tersebut. "Wah, ular sialan. Jangan-jangan dia akan datang ke rumah nenek saya bu", kata Therry. "Lo, kok ke rumah nenek kamu Therry ?", tanya ibu tersebut dengan penasaran. "Ya ialah bu, nenek saya punya banyak bebek di kandang. Mungkin saja dia akan datang kembali untuk memangsa bebek-bebek milik nenek saya", jawab Therry ingin melucui si ibu tersebut. Kemudian ibu tersebut pun pamit kepada Therry dan bergegas melangkahkan kakinya untuk kembali ke rumah.

Setelah Therry menceritakan kejadian yang baru saja terjadi sesuai dengan apa yang telah ia ketahui dari ibu tersebut, maka kini tekad dan mimpi ketiga remaja tersebut semakin bulat untuk menangkap ular yang belakangan waktu diketahui adalah seekor ular siluman. Sore hari itu juga mereka berkemas dan mempersiapkan segala sesuatunya yang mereka perlukan dan mereka butuhkan selama berada di dalam hutan. "Baik teman-teman, ini adalah tantangan kita selanjutnya yang harus segera kita tuntaskan. Sepertinya bukan hanya kita saja yang memiliki keresahan akan keinginan kita untuk menangkap ular tersebut, tetapi semua warga menjadi terusik dengan adanya ular siluman tersebut. Kita tidak boleh gagal dalam misi ini, seperti sebelum-sebelumnya kita tidak boleh mengalah dengan keadaan dan tidak boleh menyerah", kata Luther kepada kedua temannya untuk memberi semangat. "Ya, itu benar. Dan kamu Lia, kalau kamu merasa takut maka aku akan bersedia untuk merangkul kamu terus selama perjalanan kok. Kamu nggak usah takut, aku selalu ada untuk kamu", lanjut Therry setelah Luther selesai berbicara saat mereka mulai melangkah menuju ke dalam hutan". Lia menatap tajam ke arah Therry, berhenti dan mengambil sebuah batu yang besarnya kira-kira sebesar dua kepal tangan orang dewasa. Sambil mengarahkan batu tersebut tepat di depan wajahnya Therry, Lia pun berkata dengan suara keras dan menakutkan "jangan sampai batu ini membuat kepalamu terhempas hingga terpisahkan dari tubuhmu Therry. Kamu ini aneh, dalam keadaan serius seperti ini kamu juga masih sempat-sempatnya menggodai aku". Therry begitu ketakutan melihat amarahnya Lia, jika Lia sedang marah maka ia akan kelihatan seperti seorang mayat hidup yang baru saja bangkit dari kuburnya. Wajar saja jika Lia begitu penuh emosi dalam menyelesaikan permasalahan tentang ular siluman ini, karena ia telah menorehkan dendam yang begitu mendalam kepada ular yang disebut sebagai ular siluman tersebut. Bagaimana tidak, genap tiga puluh butir telur ayam yang dihasilkan oleh sepuluh ekor ayam betina miliknya telah habis dilahap oleh ular tersebut. Padahal telur-telur tersebut rencananya akan dieramkan menjadi bibit ayam yang baru, Lia pun memperkirakan bahwa ia mengalami kerugian yang cukup besar dari peristiwa yang dia namai sebagai pembantaian tersebut. Itulah sebabnya Lia sangat bermimpi untuk menangkap ular tersebut, setidaknya kulit ular itu bisa menghasilkan uang apabila dijual, pikir Lia dalam benaknya untuk menghibur diri sendiri dan mencoba melupakan kejadian tersebut.

Waktu terus menggelinding sepanjang perjalanan mereka, hari telah menuju senja, dan matahari mulai bersembunyi di gorong-gorong kaki langit. Ketika rasa lelah mulai membuat mereka letih dan ingin beristirahat maka akhirnya sampailah mereka di tengah hutan dan di sanalah mereka menghentikan perjalanan mereka untuk sementara waktu. Memasang kemah dan membuat perapian agar binatang buas menjauhi tempat mereka sedang berada, berjaga malam dengan mengikuti giliran, begitulah mereka melewati malam yang sangat dingin pada hari itu. Pagi hari saat Luther hendak pergi mencari air, tanpa sengaja ia menemukan jejak bekas rayapan perut seekor ular yang sangat besar. Mereka yakin bahwa jejak tersebut tidak lain adalah jejak ular siluman yang sedang mereka cari. Saat hari mulai siang, perjalanan pun mereka lanjutkan kembali dengan mengikuti jejak-jejak perut sang ular yang telah ditemukan oleh Luther. Kali ini keberuntungan ternyata masih berpihak kepada ketiga remaja ini, tidak sampai beberapa jam berjalan mereka pun menemukan sebuah gua besar yang mereka yakini adalah tempat persembunyian ular siluman tersebut. Rencana demi rencana pun mereka susun, siasat demi siasat juga mereka atur. "Kita tidak boleh melakukan apa-apa sebelum kita melihat dengan pasti, bahwa ia bersembunyi di sana", kata Therry kepada kedua temannya yang lain. Lia pun menganggukkan kepalanya sambil berkata, "Ya benar. Aku setuju dengan kamu Ther, sebaiknya kita jangan mengambil praduga tak bersalah sebelum kita memastikan dengan betul bahwa gua itu adalah markas ular siluman keparat tersebut. Mungkin saja itu adalah gua tempat bersarangnya hewan buas yang lain, seperti harimau atau yang lainnya". Tak lama setelah Lia berkata demikian, mereka pun dikejutkan dengan masuknya seekor ular raksasa ke dalam gua dengan panjang hampir dua puluh empat meter dan diamaternya sepanjang lima meter. Sungguh penglihatan yang sangat luar biasa, sebuah kejutan yang sangat dahsyat, yang tidak pernah mereka saksikan sebelumnya. "Nah, apa kataku ? Kan sudah aku bilang kalau tempat itu pasti adalah tempat tinggal ular siluman itu. Kalian tidak percaya sih, feelingku tidak pernah salah. Lebih baik sekarang kita memasang perangkap di mulut gua dan segera mengalahkan ular tersebut", kata Luther sambil membongkar peralatan yang telah mereka bawa sebelumnya.

Bermodal pengetahuan dari ayahnya yang merupakan seorang pemburu handal, Luther pun memimpin kedua temannya itu untuk memasang perangkap di mulut gua. Perangkap yang terlihat sederhana tapi mampu membunuh seekor gajah dewasa, mereka pun begitu bersemangat memasangnya disertai kehatia-hatian karena tidak ada seorang pun yang tahu kapan ular tersebut akan ke luar dari dalam gua. Setelah selang beberapa waktu, tanpa beristirahat sejenak mereka pun langsung melanjutkan rencana mereka ke tahap selanjutnya. Di depan gua, Lia membuat sebuah kegaduhan yang mengganggu si ular yang sedang berada di dalam gua. Hampir lima belas menit menunggu, Lia juga tidak bosan-bosannya melanjutkan tugasnya sebagai pengalih perhatian meskipun sang ular tidak kunjung ke luar dari dalam gua. Tapi akhirnya pun ia kesal dan melemparkan sebuah batu ke dalam gua hingga terdengar sebuah gema jatuhnya benda di lantai gua. Saat Lia hendak berbalik membelakangi mulut gua, si ular tiba-tiba ke luar dengan ganasnya dan dengan cepat Therry dan Luther melepaskan ikatan balok kayu besar yang telah mereka pasang lalu jatuh tepat mengenai perut sang ular. Apa daya sang ular, meski mempunyai tubuh yang besar tapi beratnya balok kayu besar tersebut tidak mampu ia lepaskan setelah membebani perutnya.

Ketiga remaja itu pun langsung bergegas mengambil belati tajam dan mulai melepaskan amarah mereka dengan memotong-motong ular tersebut menjadi beberapa bagian, berharap ular tersebut berubah ke wujud silumannya. Tapi ketika telah memotong hampir seperempat bagian dan sang ular juga masih belum menunjukkan tanda-tanda perubahan, mereka pun bingung dan kemudian berhenti memotong. Setelah berbincang beberapa lama, mereka pun kembali ke desa untuk melaporkan hal tersebut kepada pak kepala desa. Semua warga begitu heran melihat keberanian ketiga remaja tersebut, sungguh luar biasa. Setelah warga sampai di hutan untuk melihat tubuh sang ular yang ditemani oleh salah seorang ahli forensik, pemeriksaan pun dilakukan. "Ya, ini benar seekor ular. Bukan ular siluman, saya rasa ini adalah ular raksasa dari sungai Amazon yang dulunya pernah hilang dari penangkaran. Tapi saya juga agak begitu tidak percaya karena ular ini bisa sampai ke desa bapak dan ibu, sungguh mustahil tapi mungkin karena setelah beberapa tahun mencari tempat persembunyian maka akhirnya dia menemukan hutan yang cocok dengan dirinya", tutur ahli forensik tersebut. Potongan tubuh ular itu pun dibawa beramai-ramai oleh masyarakat ke desa untuk diawetkan dan dimasukkan di museum setempat.

Therry, Lia, dan Luther mendapatkan penghargaan dari masyarakat setempat karena telah berhasil memusnahkan ular yang meresahkan tersebut. Hidup tanpa rasa berani untuk melawan keadaan yang terus membelit adalah hidup tanpa perjuangan, keberanian adalah salah satu filsafat hidup orang-orang yang berjiwa pejuang.

SEKIAN

#YANLIS ALIM SANG PUTRA LASE
24 MEI 2013


Comments