CERPEN - PERGI UNTUK KEMBALI

Aduh, maaf saja deh aku tidak akan pernah bisa suka sama cowok yang satu itu. Demikianlah jawaban Lala setiap kali teman-temannya mencandainya jika Putra lewat di depan mereka.

Putra adalah salah seorang cowok yang cukup populer di sekolahnya, mempunyai wajah yang tampan, pintar, tapi sedikit kekurangan tinggi badan ideal untuk seorang laki-laki. Putra telah sekian lama mengejar-ngejar adik kelasnya tersebut, namun Lala selalu saja jual mahal kepada Putra. Bukan tidak suka, tapi Lala malu jika nantinya dia diejek oleh teman-temannya jika dia pacaran dengan cowok yang ukuran tinggi badannya kurang. Apalagi jika sampai dibuat dalam perbandingan jari telunjuk dan jari tengah, dia merasa akan sangat malu. Meskipun Lala selalu tidak mau memberikan Putra kesempatan, tapi Putra tidak pernah putus harapan.

Suatu ketika Lala sedang duduk di paving block yang berada tepat di depan ruangan perpustakaan, karena cuaca panas maka Putra datang dengan membawa sebotol minuman dingin. “Ini buat kamu”, kata Putra sambil menyodorkan minuman yang dia bawa kepada Lala. “Kamu ini kenapa sih ? Aku lagi batuk, masa kamu kasi minuman dingin”, kata Lala sambil menghempaskan minuman tersebut dari tangan Putra hingga terjatuh. Putra sangat sedih, karena Lala seperti benar-benar membencinya. Padahal ia merasa tidak pernah melakukan sebuah kesalahan kepada Lala. Lala pergi dan Putra yang berganti duduk di tempat tersebut. Tiba-tiba Lala kembali dan duduk di samping Putra, “Maafin Lala ya kak, tadi Lala sedang kesal sama salah seorang temannya Lala dan terlampiaskannya malah ke kakak. Oh ia, minuman yang tadi mana kak ? Lala haus”, kata Lala sambil kembali tersenyum kepada Putra. Putra kelihatan bahagia karena akhirnya Lala mau mengobrol dengan dia, langsung saja Putra kembali membeli minuman baru yang tidak dingin karena minuman yang sebelumnya telah jatuh ke tanah dan kotor. Cerita punya cerita, di bawah naungan pohon ketapang yang berdiri di paving block tersebut, di sanalah awal Lala dan Putra mulai menjalin cinta mereka. Lala akhirnya kehilangan rasa malunya karena ia melihat dan merasakan Putra tulus mencintainya, “jika nanti dia menginginkan aku menjadi pacarnya maka aku harus menjawab apa ya ?” gumam Lala di dalam hatinya. Betul juga, hanya berselang seminggu setelah kejadian di paving block tersebut akhirnya Putra mengungkapkan perasaan yang telah ia pendam sejak lama tersebut kepada Lala.  Lala begitu terkejut ketika mengetahui bahwa Putra telah menyukainya sejak awal angkatan Lala masuk. Dan ternyata juga, pengagum rahasia yang selalu memberikan bunga dan sepotong coklat di dalam laci meja Lala adalah Putra sendiri. Teman-teman Lala telah mengetahui semua hal tersebut tapi Putra melarang mereka untuk buka mulut dan memberitahukannya kepada Lala. Kejujuran Lala juga sangat membuat Putra semakin bersemangat, Lala menuturkan bahwa sebenarnya ia juga menyukai Putra namun enggan menunjukkan perasaan itu karena dirinya sendiri tidak pernah pacaran. Keduanya mencintai dengan perasaan cinta pertama, Lala dengan lembutnya menerima permintaan Putra untuk menjadi kekasihnya Putra.

Hari berganti menjadi sebuah kisah dan kenangan, mereka menjalani hubungan itu dengan serius dan penuh dengan kesetiaan. Ketika Putra harus meninggalkan bangku SMA saat Lala masih duduk di kelas XI di SMA yang sama dengan Lala, Lala sangat sedih. Karena ketika Putra melanjutkan study-nya di perguruan tinggi maka mereka akan sangat kesulitan untuk bertemu, penyebabnya adalah Putra mengambil kuliah di luar kota.

Acara perpisahan untuk siswa/i yang akan segera menyelesaikan bangku SMA akan segera dilaksanakan. Pada hari HA, Putra melirik ke tribun perwakilan masing-masing kelas untuk mengikuti acara tersebut namun ia tidak menemukan wajah kekasihnya tersebut. Ia kemudian bertanya pada Lala mengapa Lala tidak datang, Lala kemudian berkata bahwa ia tidaklah menjadi perwakilan kelasnya untuk acara tersebut. “Kalau begitu, aku menunggu kamu di depan aula. Aku ingin mengatakan sesuatu pada kamu. Tolong cepat ya sayang”, kata Putra kepada Lala melalui telephone. Tak lama menunggu barang tiga menit saja, Lala pun tiba di depan pintu aula. “Ada apa Putra sayang ? Kamu kok kelihatan gelisah seperti begitu ?”, tanya Lala. Belum sempat Putra menjawab pertanyaan Lala tapi Putra langsung menarik tangan Lala dan membawanya ke tribun tempat para perwakilan kelas duduk. Ia kemudian berkata kepada Lala, “Kamu duduk yang tenang di sini, meskipun kamu bukan perwakilan kelas, tapi kamu adalah undangan khusus yang mau tidak mau haruslah hadir di acara ini”. Putra kemudian meninggalkan Lala dengan sebuah kecupan manis di pipi Lala dan semua siswa/i yang ada di dekat Lala pada saat itu hanya bisa tersenyum, Lala pun terlihat tersipu malu dan tidak bisa berkata apa-apa lagi.

Pada akhir penghujung acara, Putra naik ke atas panggung. Lala heran dan kemudian memperhatikan dengan jelas apa yang akan dilakukan oleh Putra. “Baik, sebelum acara pada hari ini diselesaikan maka saya ingin menyampaikan sesuatu hal. Saya akan menyanyikan sebuah lagu yang merupakan ciptaan saya sendiri, yang saya ciptakan untuk seseorang yang duduk di sebelah sana (sambil menunjuk ke arah Lala, sehingga semua mata tertuju kepada Lala), dia adalah orang yang paling saya sayangi dan cinta saat saya duduk di bangku SMA ini. Tetapi kini saya harus segera berpisah jauh darinya, maka saya ingin mengatakan kepadanya bahwa meskipun dia jauh di mata tapi tetap dekat di hati. Jangan takut, aku pergi bukan untuk meninggalkanmu tetapi untuk mempersiapkan masa depan kita. Percayalah, aku mencintaimu ?!”, tutur Putra dengan pelan seakan mencoba membuat suasana menjadi haru dan hening. Putra mulai bernyanyi dan semua yang hadir pada acara tersebut menatap tajam kepada Putra seakan tidak mau melewatkan sedetik pun aksi dari Putra …

Akhirnya ku kan pergi
Tinggalkan semua kenangan
Di antara kita berdua

Namun pasti ku kan kembali
Bertemu kamu lagi di sini
Habiskan waktu bersama

Jangan menangis
Tetap tertawa
Dan tersenyumlah

Jangan bersedih
Ku kan kembali
Hanya untukmu

Lagu tersebut berlirik harapan untuk tetap bertahan dalam kesetiaan dan bernada lembut seakan membuat jiwa tidak mampu berbuat lain selain mengikuti sugesti dari lagu tersebut. Semua orang yang hadir pada saat itu bertepuk tangan dengan aksi berani yang penuh dengan pengakuan kejujuran oleh Putra, ia tidak peduli padahal ia mengatakan hal tersebut di tengah-tengah semua orang tua, guru, dan siswa.

Berakhirnya lagu dari Putra juga sekaligus menutup acara pada kesempatan itu, Putra beranjak ke luar dari aula untuk pergi ke kamar kecil. Hanya beberapa telah melewati pintu aula, Lala berlari dari dalam aula dan mendapatkan Putra dan kemudian memeluknya dari belakang. Suasana haru pu kembali terjadi. “Lala benar-benar sangat mencintai Putra, tolong jangan tinggalin Lala ya. Lala percaya pada kakak, kalau kakak akan setia menjalani hubungan ini dengan Lala hingga kita bisa menikah kelak”, jelas Lala kepada Putra sambil menangis. “Ia sayang, kakak bersumpah dan berjanji akan setia selamanya untuk Lala. Kamu jangan nangis lagi dong, kita kan cuman pisah daerah saja tapi mungkin dalam jangka waktu yang lama. Sudah, kamu harus janji bahwa ini adalah hari terakhir kamu menangis. Karena ke depan kalau Lala nangis, kakak nggak bisa ngasi bahu kakak buat jadi sandaran kepalanya Lala. Jadi, kakak harap Lala jangan pernah menangis lala”, kata Putra kepada Lala dengan lembut sambil membalikkan badannya dan kemudian memeluk tubuh Lala dengan erat.

Kesetiaan, adalah simbol cinta tulus yang harus dipunyai oleh cowok maupun cewek. Tanpa kesetiaan maka semua hal lainnya akan sia-sia saja adanya. Tak ada yang pernah menyangka, pada bagian akhir kisah cinta Putra dan Lala telah terjadi sebuah mukjizat yaitu mereka berhasil menjaga kesetiaan mereka dan akhirnya bisa menikah.

SEKIAN

#YANLIS ALIM SANG PUTRA LASE
24 MEI 2013


Comments