Bus yang akan menuju
kota sudah tiba, Jeremy langsung naik dengan sebuah tas ransel berisi pakaian
dan bekal untuk beberapa hari selama berada di kota. Tekadnya untuk berhenti
sekolah dan mencari pekerjaan di kota sudah bulat, hal tersebut dia lakukan untuk
membantu menafkahi keluarganya yang semakin kesulitan biaya untuk hidup.
Terlebih sekarang ibunya sedang berada dalam keadaan sakit keras dan tidak
memiliki biaya untuk pengobatan, ia mempercayakan ibunya kepada adik
perempuannya yang baru saja menginjak usia 11 tahun. Menjadi tulang punggung
keluarga adalah beban berat yang kini harus ia tanggung karena ayahnya yang
telah meninggal satu bulan lalu akibat penyakit asma yang telah diderita beliau
selama bertahun-tahun.
Jeremy memperhatikan
seorang lelaki yang terlihat bergerak dengan perangai yang agak sedikit aneh,
mulai berjalan di dalam bus mendekati seorang wanita yang sedang memegang
sebuah tas berwarna emas. Seketika lelaki itu merampas tas milik ibu tersebut
dan ibu tersebut pun berteriak, "Jambret, jambret ! Tolong !". Jeremy
tidak tinggal diam, bagai halilintar siap membakar maka begitulah Jeremy
melompat dari bus yang sedang berjalan pelan dan mengejar sang copet. Anak
lelaki yang putus sekolah ketika hampir saja masuk ke Sekolah Menengah Atas ini
sangat penuh semangat untuk menangkap lelaki tersebut. Warga yang melihat
peristiwa tersebut pun ikut mengejar, Jeremy tidak kehabisan akal. Sebuah balok
kayu panjang yang ada di depannya, ia lemparkan dengan keras dan mengenai leher
lelaki pencopet tersebut. Sang copet pun terjatuh karena kesakitan dan Jeremy
dengan cepat merampas tas tersebut dari tangan si copet dan mengembalikannya
kepada ibu pemilik tas tersebut. Malanglah nasib lelaki tersebut, menjadi
pelampiasan amarah warga. Pulang tanpa hasil, membawa secercah rasa sakit di
wajah yang memerah dan penuh darah.
"Kamu benar-benar
pemberani 'nak. Ibu tidak tahu harus berbuat apa tadinya jika ibu harus
kehilangan tas ibu ini. Di dalam tas ini terdapat dokumen penting butiknya ibu.
Sekali lagi terimakasih banyak 'nak", kata ibu tersebut dengan wajah yang
masih penuh rasa takut. "Tidak apa-apa bu, almarhum ayah saya mengajarkan
saya bahwa menolong itu harus dilakukan dengan semampu kekuatan kita agar bisa
mendapatkan pahala ketika kita masuk di ruang penghakiman di akhir zaman",
jawab Jeremy sambil tersenyum. Sungguh mulia hati anak ini, gumam ibu tersebut
sambil menatap mata Jeremy yang terlihat kelelahan. "Nama kamu siapa nak ?
Kalau ibu, panggil saja ibu Christi", tanya ibu tersebut kepada Jeremy. "Nama
saya Jeremy bu, saya dari desa dan mau mencari pekerjaan di kota", jawab
Jeremy sambil menundukkan kepalanya.
Jeremy dan ibu Christi
pun mengobrol panjang lebar di sebuah rumah makan dan ibu Christi merasa iba
melihat kegigihan Jeremy ketika Jeremy menceritakan semuanya kepada ibu
Christi. Rela putus sekolah demi membantu menafkahi keluarganya, dan tidak
takut bahaya menembus kota metropolitan yang penuh persaingan, hidup dengan
hukum rimba, yang kuat akan selalu menjadi pemenang, dan yang lemah akan selalu
menjadi sosok yang tertindas. Ibu Christi mencari sebuah solusi yang tepat
untuk membantu Jeremy dan keluarganya sebagai tanda ucapan terimakasih ibu
Christi kepada Jeremy. Apa yang akan dia lakukan tidaklah sebanding dengan apa
yang telah dilakukan Jeremy kepadanya pada hari itu, mempertaruhkan nyawa untuk
mendapatkan kembali tas miliknya. Tanpa basa-basi, ibu Christi langsung berkata
kepada Jeremy, "Jeremy, ibu terharu mendengar kisah kamu yang begitu
membuat ibu sedih. Andaikan ibu memiliki anak lelaki seperti kamu maka ibu akan
sangat senang. Di rumah, ibu hanya tinggal dengan suami ibu dan beberapa orang
pembantu saja. Ibu tidak memiliki anak, dan oleh karena itu ibu akan mengangkat
kamu beserta adik perempuanmu untuk menjadi anak ibu. Sedangkan ibu kamu yang
ada di desa, tetap akan tinggal bersama dengan kita dan akan menjadi pengelola
salah satu butik milik ibu", tutur ibu Christi kepada Jeremy dengan
harapan penuh bahwa Jeremy akan bersedia menerima tawarannya. Jeremy terkejut
mendengar hal tersebut, "A a a apakah ibu benar-benar yakin dengan apa
yang telah ibu katakan tersebut ?" tanya Jeremy pelan dengan perasaan
bahagia bercampur kaget. "Ia nak, ibu yakin dan benar-benar serius",
jawab ibu Christi dengan penuh senyuman sambil meraih dan menggenggam kedua
tangan Jeremy. "Terimakasih bu, terimakasih", kata Jeremy sambil
berdiri memeluk ibu Christi sambil menangis bahagia.
Tidak lama setelah
adegan yang mengharukan tersebut, Jeremy dan ibu Christi langsung kembali ke
desa untuk menjemput ibunya Jeremy dan adik perempuannya. Berkemas dan
berangkat untuk tinggal di kota dengan kehidupan yang lebih layak. Kini Jeremy
dan adik perempuannya bisa bersekolah untuk meraih mimpi yang telah mereka
impikan setinggi bintang berkelap-kelip di angkasa sana. Ibu Jeremy pun
mengelola butik dengan penuh semangat setelah ia sembuh dari penyakit yang ia
derita.
Manusia hidup bukan
hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk orang lain. Hidup adalah
pengorbanan, nyawa pun hanyalah bagian fana yang tidak akan dibawa ke surga
ketika melintasi nirwana. Jangan takut menghadapi badai, karena badai tidak
akan selamanya terus bergelora. Jangan takut terjebak dalam derasnya hujan,
karena hujan akan kembali menjadi udara yang akan terbang bebas dan membuat
kita bisa berlari kembali tanpa harus merasa basah. Jangan pernah berputus asa,
karena hidup bukan untuk menjadi pemenang tapi untuk tetap bertahan. Selalu
tersenyum dalam keadaan apapun akan membuat kita mampu mendapatkan pemecahan
dari masalah yang sedang membelit nadi-nadi kehidupan kita.
SEKIAN
#YANLIS ALIM SANG PUTRA LASE
24 MEI 2013
Comments